Pendahuluan Pada bulan September 2024, Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas menerima laporan mengenai Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan di salah satu lokasi kerja besar di Kabupaten Kapuas. Tim Surveilans dan Imunisasi, yang dipimpin oleh Ibu Buray dengan dukungan Bapak Hari sebagai epidemiolog, segera bertindak dengan melakukan investigasi epidemiologis untuk mengidentifikasi sumber keracunan yang menyebabkan banyak pekerja mengalami gejala sakit.
Tindakan Cepat Dinas Kesehatan Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas segera mengumpulkan data dari pekerja yang terdampak. Dari total 114 responden yang mengonsumsi makanan pada tanggal kejadian, 77 orang mengeluhkan gejala keracunan seperti mual, muntah, diare, dan sakit perut. Investigasi lanjutan mengungkapkan adanya dugaan kontaminasi bakteri pada makanan yang dikonsumsi, termasuk telur balado, nasi putih, dan bakwan sayur.
Hasil Penyelidikan Epidemiologi Tim investigasi menemukan bahwa makanan yang diduga menjadi sumber keracunan terkontaminasi bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus dan Salmonella. Sampel makanan tersebut kemudian dikirim ke laboratorium untuk pengujian lebih lanjut, yang mengonfirmasi adanya kontaminasi bakteri.
Langkah-Langkah Tindak Lanjut Pada tanggal 7 Oktober 2024, Dinas Kesehatan mengadakan pertemuan daring melalui Zoom untuk mendiskusikan hasil investigasi dan langkah perbaikan yang diperlukan. Bapak Jum’atil Fajar (Sekretaris Dinas Kesehatan) dan Bapak Ahmad Haspiani (Kabid P2P) turut hadir dalam kegiatan ini. Dalam closing statement-nya, Bapak Jum’atil Fajar menekankan pentingnya mencari “gap” atau celah dalam prosedur dan sistem yang ada. Ia menyatakan bahwa mengidentifikasi celah ini sangat penting untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan, sehingga keselamatan pangan dapat lebih terjamin.
Kesimpulan Kasus KLB keracunan pangan ini menjadi pengingat akan pentingnya keamanan pangan, terutama di lingkungan kerja yang besar. Melalui upaya cepat dan kolaboratif, Dinas Kesehatan Kabupaten Kapuas telah mengidentifikasi penyebab keracunan dan menyusun langkah-langkah pencegahan untuk mengatasi “gap” yang ada, memastikan kejadian serupa tidak terjadi lagi di masa mendatang.