Pertusis, atau lebih dikenal sebagai batuk rejan, adalah infeksi saluran pernapasan yang sangat menular. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis yang menyerang lapisan saluran napas. Meskipun dapat terjadi sepanjang tahun, kasus pertusis lebih sering muncul pada akhir musim panas hingga awal musim gugur.

Di Indonesia, kasus pertusis meningkat drastis dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 2023 menunjukkan lonjakan hingga 5,5 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, dengan kejadian luar biasa (KLB) dilaporkan di 30 dari 38 provinsi.

Gejala Pertusis

Gejala awal pertusis sering kali mirip dengan pilek biasa, seperti demam ringan, hidung tersumbat, dan batuk ringan. Setelah 1–2 minggu, batuk menjadi lebih parah dengan ciri khas “whoop” atau suara tarikan napas yang tinggi setelah batuk panjang. Karena batuk yang sulit berhenti, penyakit ini juga dikenal sebagai “batuk 100 hari” karena durasinya yang panjang.

Pada bayi, gejala bisa berbeda. Mereka mungkin tidak batuk sama sekali tetapi justru mengalami kesulitan bernapas atau berhenti bernapas sejenak. Kondisi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan komplikasi seperti pneumonia atau kejang.

Mengapa Pertusis Meningkat?

Menurut IDAI, ada beberapa penyebab lonjakan kasus pertusis di Indonesia:

  1. Cakupan Imunisasi Rendah: Banyak bayi yang belum mendapat imunisasi lengkap, terutama selama pandemi COVID-19 ketika kunjungan ke fasilitas kesehatan berkurang.
  2. Kekebalan yang Berkurang: Vaksin pertusis melindungi dari penyakit berat tetapi tidak selalu mencegah infeksi. Kekebalan juga dapat berkurang seiring waktu.
  3. Kurangnya Deteksi Kasus: Banyak kasus pertusis yang salah diagnosis sebagai penyakit lain seperti asma atau TBC, sehingga penanganannya tertunda.

Penanganan Pertusis

Pertusis dapat diobati dengan antibiotik, terutama jika diberikan pada tahap awal penyakit sebelum batuk semakin parah. Antibiotik membantu mencegah penyebaran infeksi tetapi tidak bisa langsung mengatasi batuk.

Pada anak yang terkena pertusis, dokter juga dapat menyarankan langkah-langkah lain untuk mengelola gejala di rumah. Anak-anak dengan pertusis harus tinggal di rumah setidaknya sampai mereka menyelesaikan lima hari pengobatan antibiotik.

Pencegahan Pertusis

Cara terbaik untuk melindungi anak dari pertusis adalah dengan vaksinasi. Jadwal vaksinasi pertusis yang direkomendasikan:

  • Bayi dan Anak-Anak: Dosis diberikan pada usia 2, 4, 6 bulan, kemudian pada 12–18 bulan, dan terakhir sebelum masuk sekolah di usia 4–5 tahun.
  • Remaja: Booster pada usia 11–12 tahun untuk meningkatkan perlindungan.
  • Ibu Hamil: Vaksin diberikan pada trimester ketiga untuk memberikan perlindungan sementara kepada bayi yang baru lahir.

Orang dewasa yang sering kontak dengan bayi, seperti orang tua dan pengasuh, juga disarankan mendapatkan vaksin booster untuk mencegah penyebaran penyakit.

Kapan Harus ke Dokter?

Segera konsultasikan dengan dokter jika:

  • Anak belum mendapat vaksinasi lengkap dan terpapar seseorang dengan batuk kronis atau pertusis.
  • Batuk menjadi lebih parah, menyebabkan kesulitan bernapas, atau bibir dan ujung jari terlihat biru.
  • Anak muntah setelah batuk atau terlihat sangat lemah dan tidak aktif.

Catatan Penting

Pertusis adalah penyakit yang sangat menular dan berbahaya, terutama bagi bayi. Meskipun vaksin sangat efektif, perlindungan bisa menurun seiring waktu. Oleh karena itu, memastikan anak-anak mendapatkan semua dosis vaksinasi serta booster tepat waktu adalah langkah penting untuk melindungi mereka dari penyakit ini.

Diadopsi dari: Whooping Cough (Pertussis): Symptoms, Treatment & Prevention – HealthyChildren.org

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *